Sumber Gambar : Dok. Agung
Penulis : Agung Ardiansyah
Editor : Nur Alfillail
Merebaknya Kasus Pendemik COVID-19 dimulai sejak bulan desember, empat bulan silam, yang dimulai dari Kota Wuhan, China. Dari Negeri Tirai Bambu, kemudian virus ini merambah secara masif ke seluruh dunia, dimulai dari Italia, Korea Selatan, Iran, hingga sampai di tanah air kita, Indonesia. Hal ini kita ketahui setelah pengumuman kasus pertama langsung dari Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan pada Senin (02/03/2020).
Semenjak dikonfirmasinya kasus pertama Covid-19 di Indonesia, Pemerintah melakukan tindakan berupa penelusuran kontak fisik terhadap WNI yang tertular dan WNA yang menulari. Kemudian mempersiapkan Rumah Sakit Rujukan dengan fasilitas standar internasional dan akan menyikapi wabah ini dengan serius. Demikian statement Presiden Jokowi. Dilansir dari Kompas.com
Tercatat pada Rabu (25/03/2020) ada beberapa kebijakan pemerintah yang menuai kritikan negatif dari publik, diantaranya. Pertama, Kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar atau PSBB yg dinilai tidak efektif, dibuktikan dengan bertambahnya 300-an kasus baru Covid-19 tiap harinya. Kedua, Pembebasan Narapidana oleh Bapak Menkumham dengan dalih kemanusiaan, yang akhirnya mengakibatkan keresahan public. Benar saja, dari pencurian, kekerasan, perampokan hingga pembegalan yang dilakukan oleh eks napi yang mendapat program asimilasi dan integrasi dari menkumham ini.
Ketiga, aturan Khusus Penghinaan Presiden, aturan ini dinilai melanggar hak berpendapat rakyat, pemerintah yang anti kritik. Bahkan Budayawan Sudjiwo Tedjo sempat melayangkan komentar atas aturan khusus ini di kolom twitternya "Bahkan para pemimpin yg ud baik pun, tetap perlu meletakkan hinaan padanya di bokor kencana, dan pujian padanya di tempat meludah, agar dia tetap dapat mengontrol dirinya sendiri," tulisnya. Monggo diartikan sendiri ya, hehe. Kemudian Konflik kepentingan dalam kebijakan Kartu Pra Kerja hingga yang terhangat saat ini larangan Mudik. Ya sudah deh, pulang kampung saja, kan boleh, toh beda arti. Wkwkwk.
Sejauh ini, menurut saya, keseriusan pemerintah itu bisa dibuktikan dengan melihat fakta dilapangan apakah kebijakan yang ada telah mengakomodir keseriusan pemerintah tersebut. Per tanggal 26/04/2020, dengan waktu 56 hari WNI yang positif Covid-19 telah berjumlah 8.882 jiwa, sedangkan yang meninggal dunia mencapai 1.107 jiwa yang melayang akibat Pandemik ini. Dan yang terpapar positif berpotensi bertambah dua sampai tiga kali lipat. Pertanyannya Benarkah Pemerintah sudah serius? Oke, cukup melihat kebelakangnya ya, agar sesuai dengan judul diatas, mari menilik masa menjelang dan pasca Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran ditengah pandemik Covid-19.
Hari ini dengan seksama kita ketahui, keadaan ekonomi di Indonesia benar-benar ambyar, Pemerintah tak cukup punya kemampuan yang besar untuk menahan laju anjloknya ekonomi. Meskipun ada kebijakan fiskal oleh pemerintah, tetap residu dari kebijakan tersebut belum mampu menjadi anti-tesis dampak pasca pandemik ini. Kita lihat, Dentuman Penurunan Daya beli Masyarakat dan Error Effect Pada Insdustri akibat Anjloknya Angka PHK & Pengangguran. Maka dapat dipastikan Akibat dari PHK yang besar-besaran dan Kolabsnya beberapa industri selama Covid-19 ini akan menurunkan konsumsi rumah tangga, investasi akan merosot tajam, dan ekonomi yang paling terpukul adalah UMKM karena ketiadaan kegiatan di luar rumah oleh seluruh masyarakat.
Bagaimana bila konsumsi rumah tangga yang sudah rendah seperti disinggung diatas, tapi tetap dipaksakan untuk memenuhi kebutuhan tradisi yang sudah membudaya. Apa yang akan terjadi? Ya, Fenomena meningkatnya konsumsi masyarakat menjelang hari lebaran dan beberapa hari pasca Lebaran yang telah terjadi setiap tahunnya.
Hal ini terjadi disebabkan oleh budaya masyarakat Indonesia yang dalam menjalankan Ibadah Puasa dan merayakan Lebaran. Bagaimana tidak, sudah suatu keharusan bagi sebuah keluarga di Indonesia untuk menyediakan santapan yang istimewa selama Ramadan dan saat Lebaran sebagai bentuk penghargaan bagi mereka yang telah berpuasa selama sebulan penuh. Selain itu, budaya pemberian hantaran dan bingkisan juga menambah aktivitas konsumsi masyarakat. Sementara pendapatan masyarakatnya rendah karena pandemik Covid-19 ini.
Budaya mudik pun meningkatkan konsumsi bahan bakar minyak (BBM), dan lonjakan harga tiket transportasi antardaerah, baik transportasi darat, laut, maupun udara. Walaupun mudik telah dilarang namun sejumlah oknum ada yang memperbolehkannya dengan sedikit "negoisasi jahat".
Jika dalam keadaan normal fenomena ini akan menjadi berkah karena bertumbuhnya perekonomian Indonesia, tapi beda lagi dengan keadaan ditengah Covid-19 ini, bila tidak ditangani dengan kebijakan yang tepat maka ekonomi Indonesia diprediksi akan terjun bebas dan kemungkinan akan berada dititik terendah dalam sejarah Ekonomi Indonesia.
Sekilas Tentang Penulis : Agung Ardiansyah, mahasiswa S1 Jurusan Akuntansi, Undiksha. Sedang berproses menjadi penulis profesional. Menjabat Sebagai Sekretaris Umum HMI Cabang Singaraja.
Sekilas Tentang Penulis : Agung Ardiansyah, mahasiswa S1 Jurusan Akuntansi, Undiksha. Sedang berproses menjadi penulis profesional. Menjabat Sebagai Sekretaris Umum HMI Cabang Singaraja.